Khasiat kunyit sudah digunakan sejak lebih dari 4000 tahun di India dan menyebar keseluruh dunia. Penasaran dengan sejarah kunyit dan teknologi yang digunakan?
Warna kuningnya yang cerah membuat kunyit (Curcuma domestica) seringkali disebut dengan Indian saffron atau safron India. Kunyit telah digunakan selama lebih dari 4000 tahun di India, di mana kunyit digunakan sebagai bumbu masakan dan ritual keagamaan. Dalam Kompendium Sushruta (Su?rutasa?hit?) pada tahun 250 SM, minyak berisi kunyit digunakan untuk mengatasi keracunan makanan (Prasad, 2011).
Nama kunyit (turmeric) berasal dari kata terra merita dari bahasa Latin yang berarti ‘tanah berjasa’, mengacu pada warna kunyit tanah yang menyerupai pigmen mineral. Dalam bahasa Sanskerta, terdapat 53 sebutan untuk kunyit, di antaranya adalah jawarantika (yang menyembuhkan demam), pinja (serbuk kuning-kemerahan), dan survana (berwarna emas) (Prasad, 2011).
Indonesia memiliki beragam etnis dan berdampak pada penyebutan kunyit yang berbeda-beda. Dalam bahasa Jawa, kunyit biasa disebut sebagai ‘kunir’, sedangkan dalam bahasa Sunda disebut dengan ‘koneng dan masyarakat Madura menyebutnya ‘konyek’ (CCRC, 2008).
Beberapa daerah di Indonesia memanfaatkan kunyit dengan tujuan berbeda-beda. Seperti wilayah Kuantan, Sangingi, dan Riau memanfaatkan kunyit sebagai jamu apabila menginginkan keturunan, menambah stamina saat hamil, mengobati muntah anak, dan terapi pasca melahirkan (Hartanto et al., 2014). Masyarakat Siak Hulu, Kampar, menggunakan kunyit untuk campak, sakit perut, dan sakit gigi (Auliani et al., 2014).
Kunyit memiliki berbagai macam kandungan senyawa ilmiah yang bermanfaat. Untuk mengetahui kandungan dalam kunyit, dilakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengetahui kandungan senyawa pada suatu tanaman. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan ekstrak kunyit adalah dengan metode sokhletasi.
Sokhletasi merupakan metode ekstraksi panas berkelanjutan. Pada metode ini, sampel yang akan diekstrak akan ditempatkan di thimble, sebuah corong yang dibuat selongsong untuk diisi sampel. Kemudian thimble akan ditempatkan di ekstraktor. Kemudian, pelarut organik akan dipanaskan dalam refluks kemudian setelah menguap akan dikondensasi dengan kondensor. Hasil kondensasi tersebut akan membasahi sampel. Proses ini dilakukan berkelanjutan hingga seluruh sampel terekstraksi (Patel et al., 2019).
Senyawa yang terkandung pada rimpang kunyit diketahui lebih efektif diektraksi dengan menggunakan metode sokhletasi. Hal ini karena senyawa dalam rimpang kunyit efektif diekstraksi menggunakan suhu tinggi dan merupakan cara yang lebih efisien (Cobra et al., 2019). Berikut merupakan langkah ekstraksi rimpang kunyit menggunakan metode sokhletasi:
Setelah dilakukan ekstraksi dan didapatkan ekstrak kental, kemudian dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui kandungan-kandungan senyawa dalam ekstrak kunyit tersebut. Uji yang dilakukan dapat berupa uji flavonoid, uji tanin, maupun uji alkaloid (Cobra et al., 2019).
Masih penasaran dengan artikel herbal atau obat tradisional? Jangan bingung dan salah cari informasi, Anda bisa update di website Widya Herbal Indonesia dan media sosial kami. Tetap semangat dan salam sehat!
Glosarium:
Skrining fitokimia: uji untuk memberikan gambaran senyawa yang terkandung dalam suatu tanaman
Ekstraksi: proses pemisahan kandungan senyawa dari suatu tanaman/hewan menggunakan ekstraktor
Flavonoid, Tanin, Alkaloid: senyawa aktif yang banyak terkandung dalam tanaman
Antimikroba: zat/senyawa yang memiliki kemampuan menghambat atau membunuh mikroba
Antiinflamasi: zat/senyawa yang memiliki kemampuan mengurangi radang (inflamasi)
Sumber informasi:
Anonim. Agro-techniques of Selected Medicinal Plants - Curcuma zedoaria (Christ.) Rosc.. National Medicinal Plants Boards, Department of AYUSH, Ministry of Health and Family Welfare, Government of India. 2008. Vol 1, 77-80.
Annisa Auliani, Fitmawati, Nery Sofiyanti. Studi Etnobotani Famili ingiberaceae dalam Kehidupan Masyarakat Lokal di Kecamatan Siak Hulu Kabupatan Kampar. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas MIPA UNRI. 2014. Vol 1, No 2
Cobra, L. S, Helda Wika Amini and Amalia Eka Putri. Skirining Fitokimia Ekstrak Sokhletasi Rimpang Kunyit (Curcuma longa) dengan Pelarut Etanol 96%. Jurnal Ilmiah Kesehatan Karya Putra Bangsa, 1. 2019 (1), 12–17.
Hartati, Sri Yuni. Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2013. Vol 19, No 2, Pages 5-9
Jigni Mishra, Anuja Bhardwaj, Kshipra Misra, Chapter 8 - Curcuma sp.: The Nature's Souvenir for High-Altitude Illness, Editor(s): Kshipra Misra, Priyanka Sharma, Anuja Bhardwaj, Management of High Altitude Pathophysiology, Academic Press. 2018, Pages 153-169, https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813999-8.00008-2.
Kamaruz Zaman, Sonjit Das, and Prodyut Mondal. Curcuma caesia Roxb. and It’s Medicinal Uses: A Review. International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry. 2013. (2): 370-375.
Komal Patel, Namrata Panchal, Dr. Pradnya Ingle. Review of Extraction Techniques. Extraction Methods: Microwave, Ultrasonic, Prassurized Fluid, Soxhlet Extraction etc. International Journal of Advanced Research in Chemical Science. 2019. Page 6-21. (Online) 2349-0403 DOI: http://dx.doi.org/10.20431/2349-0403.0603002
Prasad S, Aggarwal BB. Turmeric, the Golden Spice: From Traditional Medicine to Modern Medicine. In: Benzie IFF, Wachtel-Galor S, editors. Herbal Medicine: Biomolecular and Clinical Aspects. 2nd ed. Boca Raton (FL): CRC Press/Taylor & Francis; 2011. Chapter 13. PMID: 22593922.
Salpa Hartanto, Fitmawati, Nery Sofiyanti. Studi Etnobotani Famili ZIngiberaceae dalam Kehidupan Masyarakat Lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Biosaintifika Journal of Biology & Biology Education. 2014. Vol 6, No 2.